Ada
pelataran cukup luas sesaat memasuki lokasi. Untuk sampai ke goa kita
harus melewati jalan setapak yang penuh batu- batu besar dengan kondisi
jalan yang sedikit terjal, lalu kita harus merayap di bebatuan besar
ketika mendekati lokasi goa.
Lokasi
Goa Pasir ini banyak menyimpan berbagai benda purbakala (Patung,
berbagai pahatan/relief yang ada di antara bebatuan, makam kuno dan goa)
yang dapat dijadikan obyek wisata sejarah maupun cagar budaya. Beberapa
artefak dan arca nampak tersisadi pojok pelataran. Di batu-batu besar,
terpahat beberapa relief yang sepertinya tidak tuntas dikerjakan.
Di lokasi ini terdapat dua goa, dari Buku
yang berjudul TABUTA (Tapak Budaya Tulungagung) karangan Drs. M Dwi
Cahyono, M.Hum dijelaskan bahwa Goa Pasir atau yang dinamakan Situs
Karsyan, berbentuk bangun landam kuda serta tinggalan arkeologi yang
berupa goa pertapaan yang berisi banyak relief (goa I) dengan ukuran goa
260 x 175 cm dan kedalaman 218 cm dengan ketinggian 200M di atas
permukaan tanah tanpa disertai dengan tangga batu. Dan goa II yang tidak
ber-relief dengan posisi tebing bawah dengan keadaan mulut lebih besar
dari goa I berukuran 305 x 255 x 190 cm dan kedalaman 255 cm posisi goa
menghadap ke barat. Dalam buku TABUTA juga dijelaskan bahwa sesuai
dengan sebutannya yaitu “Situs Goa Pasir“ dan fungsinya sebagai
karsyan maka kedua Goa tersebut waktu itu difungsikan sebagai
pertapaan. Hal tersebut didukung dengan banyaknya temuan lain yang
tersebar di area goa serta sebagian yang tertimbun tanah, hal ini
selaras dengan esoteris dari Hindu sekte Siwa Shidanta yang lazim di
jalankan di lingkungan karsyan yang sifatnya tertutup.
Temuan lain di situs Goa Pasir berupa
sisa struktur bangunan, berbangun bujur sangkar dengan ukuran sisi 700
cm berupa tatanan batu bata yang semula diperkirakan sebagai pondasi
suatu asrama (rumah tinggal semi permanen bagi para Resi) dan hingga
kini yang tersisa dari bangunan ini adalah bagian bangunan yang tampak
di permukaan tanah yang berada di sisi selatan dan barat. Selain itu di
area situs juga terdapat arca-arca lepas batu adesit, sedangkan arca
yang tersisa berupa dua buah arca penjaga pintu (dwara pala) berbeda
ukuran dan detail bentuknya, fragmen arca Ganesha (Putra kedua dari Dewa
siwa dan parwati/uma) peninggalan kerajaan Majapahit dan ini di
indikatori berupa pahatan teratai yang tumbuh dari vas bunga yang
dipahat pada sandaran kanan kiri kaki arca. [1]
Berdasarkan catatan penelitian N.J. Krom
dan Verbeek di situs Goa pasir pernah ditemukan arca batu yang
sandarannya dipahatkan konogram saka 1325 (1403 M) dan 1224 S (1302 M)
tahun 1302-1403 M yang berarti dari masa Majapahit, juga pernah
ditemukan kronogram yang bertarikh Saka 1228 (1306 M), menunjuk pada
zaman Majapahit oleh karena itu situs Karsyan Goa pasir diperkirakan
sebuah peninggalan zaman Majapahit. [1]
Pada bulan Mei 2013 lalu tim arkeolog
Balai Pelestarian Cagar Budaya dari Trowulan, Mojokerto, telah
menyelesaikan penggalian situs purbakala Goa Pasir. Penggalian tersebut
dipimpin arkeolog Nugroho Harjolukito. Mereka mendokumentasikan
macam-macam artefak dari kompleks situs seluas kira-kira 1 hektare itu.
Situs Goa Pasir ditemukan masyarakat sejak era kolonial Belanda tetapi
hingga kini sebagian besar masih terpendam. Menurut ketua tim penggalian
situs ini terpendam karena longsoran dari gunung. Situs Goa Pasir
terletak di lereng perbukitan dekat kawasan Wajak, penghasil marmer
Tulungagung yang terkenal. Pepohonan jati yang tak rapat di lereng bukit
itu tak sanggup menahan longsoran tanah selama bertahun-tahun.
Penggalian sebetulnya belum selesai sepenuhnya karena masih banyak area
situs yang tertimbun tanah. Tapi hasil ekskavasi kali ini sudah
menunjukkan adanya pemukiman yang bersifat religius di masa lalu, hal
itulah yang menjadikan alasan dari tim untuk mengakhiri penggalian di
situs Goa Pasir.
Relief Goa Pasir
Sesuatu yang menarik di dalam ceruk Goa Pasir adalah terdapat tiga bagian relief . Di
bagian tengah ceruk tampak relief seorang pria yang sepertinya sosok
seorang raja, bangsawan atau kesatria dengan seorang wanita. Di sisi
kanan dan kiri tampak relief pria bersorban yg di kelilingi para
wanita, wanita-wanita itu menggoda pria bersorban dengan kemolekan
tubuhnya. Pada bagian ini, biasanya anak-anak muda yang bertamasya ke
goa tersebut lazim menyebutnya dengan relief mesum atau relief erotis. Sampai saat ini saya belum mendapatkan literatur yang menafsirkan gambar relief tersebut.
Mengingat
tempat tersebut dulunya digunakan sebagai pertapaan yang merupakan
sarana meditasi untuk mengasingkan diri dari godaan duniawi guna
mencapai kemuliaan, maka menurut saya relief tersebut lebih mengarah
pada pesan moral. Menggambarkan bahwa kehidupan di dunia penuh dengan
godaan (disimbolkan dengan relief pria bersorban yang digoda dengan
kemolekan tubuh wanita). Ketika manusia ingin mencapai kemuliaan maka
akan banyak godaan-godaan duniawi yang indah-indah dan akan
menjerumuskannya, jika manusia mampu melawan godaan-godaan tersebut maka
kemuliaan lah yang di dapatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar