Candi Dadi berada pada ketinggian 360 m
dpl, berada di tengah areal kehutanan dilingkungan RPH Kalidawir. Candi
ini masuk wilayah Dusun Mojo, Desa Wajak Kidul. Letaknya yang berada di
puncak bukit membuat kita sedikit mengeluarkan tenaga untuk menikmati
keindahannya karena kita wajib mendaki dengan menyusuri jalan setapak
yang kanan kirinya adalah hutan dan lahan yang ditanami palawija oleh
penduduk sekitar bukit, selama kurang lebih 50 menit dari desa Wajak
Kidul ke arah selatan. Sesampainya di puncak bukit kita akan menjumpai
kekokohan Candi Dadi dan yang tak kalah menariknya adalah kita bisa
menikmati keindahan Kecamatan Boyolangu dan sekitarnya dari ketinggian.
Candi ini merupakan candi tunggal yang
tidak memiliki tangga termasuk hiasan maupun arca. Candi tersebut
berdiri tegak pada puncak sebuah bukit di lingkungan Pegunungan
Walikukun. Denah Candi berbentuk bujursangkar dengan ukuran panjang 14m
lebar 14m dan tinggai 6.5 m. Bangunan berbahan batuan andesit itu
terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampilan
setiap sisinya. Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah
segi delapan, pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang
kemungkinan berfungsi sebagai sumuran. Diameter sumuran adalah 3.35m
dengan kedalaman 3m.
Latar Belakang Sejarah¹
Berakhirnya kekuasaan HayamWuruk juga
merupakan masa suram bagi kehidupan Agama Hindu. Pertikaian politik yang
terjadi di lingkungan kraton memunculkan kekacauan, seiring dengan
munculnya agama islam. Dalam kondisi yang dermikian, penganut Hindu
Budha yang berupaya menjauhkan diri dari pertikaian yang ada melakukan
pengasingan agar tetap dapat menjalankan kepercayaan/ tradisi yang
dimilikinya. Sebagaian besar memilih puncak- puncak bukit atau
setidaknya kawasan yang tinggi dan sulit dijangkau. Biasanya tempat baru
yang mereka pilih merupakan tempat yang jauh dari pusat keramaian
maupun pusat Pemerintahan.
Candi Dadi adalah salah satu dari karya arsitektural masa itu sekitar akhir abad XIV hingga akhir abad XV.
Latar Belakang Budaya¹
Selain sebagai tempat pemujaan dapat
diduga bahwa candi tersebut dahulu berfungsi juga sebagai tempat
pengabuan, pembakaran jenazah tokoh penguasa. Sifat keagamaan yang
melatar belakangi pendiriannya secara tepat belum diketahui. Hal
tersebut disebabkan tidak ditemukannya data yang mampu menunjuang upaya
pengenalannya secara langsung. Meskipundemikian sumuran yang terdapat di
bagian tengah bangunan tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk dari
karakter sebuah pencandian berlatar keagamaan hindu. Keletakan pada
puncak sebuah bukit yang cukup sulit untuk dijangkau, dihubungkan dengan
anggapan masyarakat Indonesia kuno bahwa puncak gunung merupakan tanah
suci. Sebagai sebuah tradisi yang berlangsung sejak jaman prasejarah
yang percaya bahwa arwah paraluluhur berada disana, masyarakat penganut
budaya hindu juga memanfaatkan puncak-puncak gunung untuk meletakkan
bangunan sucinya. Hal itu berkaitan dengan mitos keagamaan dengan mitos
keagamaan Hindu yang menganggap bahwa tempat bersemayamnya para dewa
adalah tempat yang tinggi. Bila tidak terdapat sebuah puncak gunung atau
bukit, merekamenggunakan teras berundak yang secara fisik dapat
menggambarkan keletakanya yang lebih tinggi, atau dapat pula dilakukan
dengan mengadakan pembagian halaman. Halaman terakhir adalah tempat,
yang dianggap paling tinggi dan di tempat itulah diletakkan sesuatu yang
dianggap paling megah atau paling besar sebagai cerminan kahyangan.
Berkenaan dengan faham yang demikian itu,
lingkungan alam disekitar Candi Dadi memang sangat mendukung. Berada
pada puncang bukit yang mengahadap kelembah utara ,karya arsitektur
tersebut betul – betul menggambarkan kemegahan. Sesuatu yang memang
patut dipersembahkan kepada sesembahanya. Tidak mengherankan bila
disekitarnya, pada radius kurang 1 km, dijumpai sisa/bekas bangunan suci
lain yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai candi Urung,Candi
Buto dan candi Gemali. Semuanya menempati puncak-puncak bukit yang
langsung berhadapan dengan lembah Boyolangu disebelah utaranya.
Untuk kepentingan manusia
masa kini, pengenalan akan pemahaman tentang keguagungan sang pencipta
memang dapat dipupuk dari situs dan lingkungan alam di sana. Mencintai
keindahan alam yang terdampar di sekitar Candi Dadi beserta kelompok
candi lain didekatnya, juga sejalan dengan upaya mencintai karya budaya
nenek moyangnya, dan itu semua adalah juga sama untuk mencintai
Penciptanya.
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
sumuran di tengah candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
|
Pemandangan di sekitar candi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar