Candi
simping adalah Pedharman Raden Wijaya (raja pertama dari dinasti
Majapahit) yang bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana. Keterangan ini
terdapat pada kitab Negara Kertagama yang ditulis Empu Praspanca.
Oleh
karena itu bisa dipahami raja Hayam Wuruk dalam kunjungannya ke daerah
Blitar beberapa kali mampir di candi ini. Bahkan Hayam Wuruk dan
Mahapatihnya, Gajahmada pernah menginap di candi ini.
Disebut
juga candi Sumberjati, terletak didesa Sumberjati, Kecamatan Surah
Wadang, Daerah Kademangan, Blitar Selatan. Dari arah Blitar kita ke
jalan raya ke Tulung Agung, setelah melewati jembatan sungai Brantas,
melintas ke kiri melalui jalan desa, penduduk setempat cukup faham
lokasinya.
Saat ini candi Simping masih dalam keadaan berupa
reruntuhan, namun pada saatnya, merupakan persemayaman abu jenazah Raden
Wijaya (1293 – 1309 M), negeri kerajaan Majapahit dalam perwujudannya
sebagai Hari-Hara (gabungan Wishnu dan Shiwa). Candi ini disebut-sebut
di naskah Negarakertagama, dan direnovasi oleh Raja Hayamwuruk pada
tahun 1285 Syaka (1363 M), kontruksi gambar yang dibuat oleh Dinas
Kepurbakalaan menggambarkan candi ini indah dan ramping meninggi.
Pada
batur candi setinggi 75 cm, panjang 600 cm dan lebar 750 cm ini
terpahat relief berbagai macam binatang. Di antaranya Singa, angsa,
merak , burung garuda, babi hutan dan kera. Di sisi barat ada tangga
(flight step) yang dulu digunakan sebagai jalan masuk ke ruang candi. Di
tengah-tengah batur candi ini terdapat batu berbentuk kubus dengan
ukuran 75 cmx 75 cm x 75 cm. Pada bagian atas batu ini dipahat relief
kura-kura dan naga yang saling mengkait mengitari batu tersebut. Tak
jelas apa guna atau fungsi batu berbentuk kubus ini.
Para
sejarawan memperkirakan batu ini berfungsi sebagai tempat sesajian untuk
para desa. Pada badan candi yang direkontruksi di halaman candi
terdapat hiasan-hiasan bermotif sulur-suluran dan bunga. Sementara pada
mustaka candi terdapat pelipit-pelipit garis dan bingkai padma (bunga
teratai).
Dari rentuhan yang ada diperkirakan bentuk candi
Simping ini ramping (slime) sebagaimana bentuk jandi-candi Jawa Timuran.
Di atas pintu utama dipahat kepala Kala yang kelihatan menyeramkan
sebagai penjaga pintu Pahatan kepala kara ini, seperti umumnya kepala
Kara model Jawa Timuran, tidak dilengkapi dengan Makara. Pada sisi
utara, timur dan selatan terdapat cerukan yang masing-masing di atasnya
juga terpahat patung Kala. Pahatan (patung) kepala Kala ini sekarang
nampak berserakan di halaman candi.
Di halaman candi sebelah
timur laut terdapat tiga buah Lingga-Yoni kecil. Tak jelas Lingga-Yoni
ini dulu ditempatkan dimana. Hanya saja anehnya, pada bagian bawah
Lingga untuk menancapkan ke Yoni ini tidak berbentuk silinder, tetapi
segi empat. Sedangkan dibagian atas bersegi delapan.
Di dekat
Lingga-Toni ini ada beberapa patung yang tak jelas patung siapa karena
kepalanya sudah tidak ada sehingga tidak bisa dikenali. Di sudut
tenggara halaman candi terdapat patung singa yang duduk di atas
padmasana. Sayang patung singa ini kepalanya sudah tidak ada, tinggalm
badanya saja. Sedangkan di sebelah selatan batur candi terdapat sebuah
lingga miniatur candi. Diduga kuat di sini ada patung Hari Hara yang
kini tersimpan di musium Jakarta.
Kondisi Candi Simping tidak
memungkinkan untuk dipugar. karena terlalu banyak bagian candi yang
hilang Kitab Negarakretagama menyebutkan candi itu merupakan tempat
Raden Wijaya diperabukan. ”Akan tetapi, kitab itu juga menyebutkan bahwa
Raden Wijaya diperabukan di Candi Brau Trowulan. Candi itu juga
memiliki relief jenis pradasina, relief yang dibaca searah jarum jam.
Biasanya relief pradasina tidak digunakan pada candi yang berfungsi
sebagai makam
Peneliti di Balai Arkeologi Yogyakarta menulis
bahwa kakawin Nagarakretagama mencatat Krtarajasa meninggal pada tahun
Saka 1231 (1309 M) dan di-dharma-kan di Simping dengan sifat Siwaitis
dan di Antapura dengan sifat Budhistis
Di Candi Simping itu sebenarnya ada arca setinggi 2 meter yang kini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Dalam Negarakretagam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar