Kamis, 28 Maret 2019

Baca berita di bayar

Baca berita dan dapatkan uang, aku telah menghasilkan uang dari ini. Ayo coba! Klik di sini: http://baca.co.id/api/v1/invite/FBDpsYXsTe?status=none

Jumat, 12 September 2014

Petirtaan Watugede

 
 Petirtaan Watugede adalah, tempat pemandian Raja dan putri-putri Raja pada zaman kerajaan Singosari (1222-1292). Konon putri Kendedes juga pernah mandi dipetirtaan ini, petirtaan ini , ditemukan pada tahun 1925. Oleh seorang arkeologi Belanda.

Petirtaan Watugede berlokasi di Desa Watugede, Kec. Singosari. Kab. Malang Provinsi Jawa Timur, sebelah timur stasiun kereta api Malang. Tempat petirtaan ini sangatlah indah dan teduh, karena terletak di lereng pegunungan dimana tempat ini banyak mata air atau sumber airnya, sehingga udaranya masih asri dan sejuk , keunikan dari petirtaan ini adalah, keluarnya air jernih dari mulut arca, mengalir tidak ada hentinya terus-menerus sampai sekarang, yang berasal dari air pegunungan.

Muhammad Toyib juru kunci Petirtaan Watugede, “ mengatakan bahwa pengunjung yang datang ke tempat ini berasal dari wilayah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Bandung, Jakarta dan yogja, juga berasal dari Manca Negara. Dimana pada setiap bulannya , mereka yang datang ke tempat ini berjumlah rata-rata 1000 orang,”ujarnya.

Bagi pengunjung yang ingin ketempat ini, tidak dikenakan biaya, cukup mengisi buku tamu saja, dan lokasinya bisa ditempuh dengan mudah menggunakan kendaraan roda empat, sedangkan kondisinya saat ini masih terpelihara dengan baik.



 










Arca Dwarapala pintu gerbang kerajaan Singosari




Arca Dwarapala pintu gerbang kerajaan Singosari adalah patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Budha, berbentuk manusia atau monster. Biasanya dwarapala diletakkan di luar candi, kuil atau bangunan lain untuk melindungi tempat suci atau tempat keramat didalamnya. Di Desa Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang terdapat 2 arca Dwarapala yang tingginya sekitar 3,7 M, terletak di pinggir jalan dan saling berhadapan.



Dua arca tersebut tepatnya di sebelah barat kompleks Candi Singosari. Dua arca tersebut diperkirakan merupakan pintu gerbang kerajaan Singosari.








Candi Singosari


Candi Singosari terletak didesa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Ditemukan pada sekitar awal abad 18 (tahun 1800-1850) dengan pemberian nama/sebutan Candi Menara oleh orang Belanda. Mungkin pemberian nama ini disebabkan bentuknya yang menyerupai menara. Sempat juga diberi nama Candi Cella oleh seorang ahli purbakala bangsa Eropa dengan berpedoman adanya empat buah celah pada dinding-dinidng dibagian tubuhnya. Juga menurut laporan dari W. Van Schmid yang mengunjungi candi ini pada tahun 1856, penduduk setempat menamakan Candi Cungkup. Akhirnya nama yang hingga sekarang dipakai adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari, adapula sebagian orang menyebutnya dengan Candi Renggo karena letaknya didesa Candirenggo.

Menurut laporan tertulis dari para pengunjung Candi Singosari dari tahun 1803 sampai 1939, dikatakan bahwa Candi Singosari merupakan kompleks percandian yang luas. Didalam kompleks tersebut didapatkan tujuh buah bangunan candi yang sudah runtuh dan banyak arca berserakan disana-sini. Salah satu dari tujuh candi yang dapat diselematkan dari kemusnahan adalah candi yang sekarang kita sebut Candi Singosari. Adapun arca-arcanya banyak yang dibawa ke Belanda, sedangkan arca-arca yang saat ini berada dihalaman Candi Singosari sekarang ini, berasal dari candi-candi yang sudah musnah itu.

Bentuk bangunan Candi Singosari sendiri bisa dibilang istimewa, karena candi itu seolah-olah mempunyai dua tingkatan. Seharusnya bilik-bilik candi berada pada bagian badan candi, pada Candi Singosari justru terdapat pada kaki candi. Bilik-bilik tersebut pada awalnya juga terdapat arca didalamnya yakni disebelah utara berisi arca Durgamahisasuramardhini, sebelah timur berisi arca Ganesha dan dibagian selatan terdapat arca Resi Guru yang biasa terkenal dengan sebutan Resi Agastya. Namun saat ini hanya tinggal arca Resi Agastya saja, sedangkan arca lainnya telah dibawa ke Leidan - Belanda. Alasan mengapa arca resi Agastya tidak dibawa serta ke Belanda adalah mungkin dikarenakan kondisinya yang sudah rusak cukup parah, sehingga tidak layak dibawa sebagai hadiah kepada penguasa negeri belanda pada saat itu.




Arca Dewi Parwati dengan kepala "aneh"-nya. Bagian kepala asli sebenarnya telah hilang dan tidak diketemukan

Hal lain yang menarik untuk diamati pada Candi Singosari ini adalah hiasan candi. Umumnya bangunan candi dihias dengan hiasan yang rata pada seluruh badan atau bagian candi. Pada Candi Singosari kita tidak mendapatkan hal yang demikian. Hiasan Candi Singosari tidak seluruhnya diselesaikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Candi Singosari dahulu belum selesai dikerjakan tapi kemudian ditinggalkan. Sebab-sebab ditinggalkan tersebut dihubungkan dengan dengan adanya peperangan, yaitu serangan dari raja Jayakatwang dari kerajaan Gelang-gelang terhadap Raja Kertanegara kerajaan Singhasari yang terjadi pada sekitar tahun 1292. Serangan raja Jayakatwang tersebut dapat menghancurkan kerajaan Singhasari. Raja Kertanegara beserta pengikutnya dibunuh. Diduga karena masa kehancuran (pralaya) kerajaan Singhasari itulah, maka Candi Singosari tidak terselesaikan dan akhirnya terbengkalai.

Ketidak selesaian bangunan candi ini bermanfaat juga bagi kita yang ingin mengetahui teknik pembuatan ornamen (hiasan) candi. Tampak bahwa hiasan itu dikerjakan dari atas ke bawah. Bagian atas dikerjakan dengan sempurna, bagian tubuh candi (tengah) sebagian sudah selesai sedangkan bagian bawah sama sekali belum diselesaikan.

Dihalaman Candi Singosari masih terdapat beberapa arca yang tersisa, beberapa diantaranya berupa tubuh dewa/dewi meskipun bisa dibilang tidak utuh lagi. Bahkan terdapat satu arca Dewi Parwati yang memiliki bagian kepala yang terlihat "aneh". nampaknya bagian tersebut bukan merupakan kepala arca yang sebenarnya. Karena kepala arca yang sebenarnya diduga putus dan tidak ditemukan kembali.

Berkunjung ke Candi Singosari ini sambil memegang buku panduan wisata yang bercerita tentang sejarah candi Singosari, sempat menimbulkan kesedihan dihati saya. Betapa tidak, dibeberapa bagian halaman buku tersebut terpampang jelas foto-foto arca yang telah dibawa ke negeri Belanda, lengkap beserta penjelasan posisi/sikap beserta atribut-atibut yang dikenakan oleh tokoh arca tersebut. Foto-foto yang ada menunjukkan bahwa apa yang mereka (penjajah) bawa kenegeri mereka, memang merupakan arca yang masih utuh dengan tingkat seni yang bisa dibanggakan. Suatu hal yang bisa dibilang "perampokan" oleh bangsa Belanda terhadap seni-budaya bangsa Indonesia..



















 

Senin, 28 Juli 2014

Situs Terung


Sebuah situs bersejarah berupa bangunan batu bata yang tersusun rapi kebawah dengan bagian atas membentuk huruf L ditemukan di Sidoarjo, Jawa Timur. Situs batu itu ditemukan Mashuri, warga desa Terung, Kecamatan Krian, Sidoarjo dengan koordinat: 7°23'42"S 112°37'12"E

Pria ini tidak menyangka jika di tanah pekarangannya yang ditumbuhi pohon bambu rimbun (barongan) itu terkubur sebuah situs bersejarah.

Situs yang ditemukan menyerupai bangunan batu bata yang tersusun rapih kebawah dengan bagian atas membentuk huruf L dengan kedalaman 4 Meter dibawah permukaan tanah.

Agar bisa terlihat jelas bentuk bangunannya, beberapa warga berusaha menguras air di kubangan tanah tempat ditemukannya situs tersebut.

Melihat kontur dan bentuk Batu Bata yang besar, diduga kuat situs tersebut diperkirakan peninggalan jaman Mojopahit. Karena kebanyakan situs peninggalan jaman Mojopahit terbuat dari batu bata sejenis.

Apalagi di sekitar penemuan situs itu juga ditemukan beberapa situs bersejarah juga. Diantaranya, Dua sumur tua dan Makam Putri Ayu yang konon merupakan puteri dari Raden Husein, Adipati Terung, yang dalam sejarahnya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Mojopahit.

Mashuri mengatakan, penemuan situs di pekarangan rumahnya itu berawal setelah dirinya mendapat petunjuk melalui mimpi yang dialaminya berkali-kali. Setelah melalui
diskusi dan pemikiran yang matang, Mashuri menggali tanah bersama beberapa sahabatnya. Termasuk Jansen Yasin, seniman pemerhati sejarah Sidoarjo.

“Awalnya saya mendapat mimpi, tetapi kok berkali-kali. Setelah saya rundingkan dengan teman-teman lalu saya gali bersama warga.”terang Mashuri.

Menurut Jansen Yasin, situs bersejarah tersebut masih memiliki 15 susunan Batu Bata kebawah. Karenanya harus dilakukan penggalian yang lebih mendalam untuk mengetahui bentuk seutuhnya.

Jansen sendiri juga melakukan penelitian terhadap keberadaan situs baru itu bersama situs-situs sejarah di sekelilingnya sejak Dua tahun lalu.

“Sejak Dua tahun lalu saya sudah melakukan penelitian disini.”ucapnya, Sabtu (7/7/2012).

Konon, desa Terung Wetan merupakan bekas kadipaten Terung yang menjadi daerah kekuasaan kerajaan Mojopahit. Kadipaten Terung ini diperintah oleh Raden Husein, adik Raden Patah yang menjadi raja di Demak.

Raden Husein sendiri terkenal dengan sebutan Adipati Terung dan memiliki puteri yang dimakamkan di sebelah utara situs yang baru ditemukan tersebut.

Kadipaten Terung diperkirakan musnah setelah terkena aliran lahar dingin letusan gunung ratusan tahun silam. Hal itu terlihat dari pasir yang menutupi dan berada di sekitar situs.

Kini warga setempat ingin meyerahkan sepenuhya terhadap penanganan situs bersejarah tersebut kepada pihak terkait. Mereka berharap, pemerintah mau menggali dan melestarikan situs tersebut. Sehingga asal-usul desa Terung Wetan yang konon dulunya bernama kadipaten Terung bisa dibuktikan dalam sejarah.





SITUS LEMAH DUKUR ( tanah tinggi)

 





Situs ini terletak di sebelah barat Candi Pamotan,atau lebih tepatnya di desa Pamotan kecamatan Porong,Sidoarjo dengan koordinat 7°31'40.9"S 112°41'04.1"E.di tengah – tengah are persawan penduduk yang luas.
Sejarah dan asal – usul ` Lemah Dukur ` sampai saat ini belum di ketahui dengan pasti dan belum ada pihak Bp3, Arkeolog yang datang untuk meneliti situs tersebut,
Bentuk situs tersebut menyerupai persegi ,yang di tengahnya terdapat pohon ``PO `` mangga. Dahulunya juga terdapat pohon kayu putih.
Jalan untuk menuju situs cukup sulit, karena harus melewati galangan dim sawah ( jalan setapak ) yang kalau tidak hati-hati bisa rusak.

Diarea persawahan ini juga banyak terdapat reruntuhan bangunan kuno
Tetapi meski begitu juga ada turis yang pernah datang ke situs itu, dan katanya saat mengambil gambar di situs itu banyak yang tidak bisa di buka gambarnya.
Bentuk situs lemah Dukur saat ini jauh dari kata layak, artinya situs itu banyak yang rusak ,batu – batanya banyak yang berserakan di sekelilingnya.
Karena pihak Bp3 tidak ada perhatian. Situs itu menjadi tidak terawat dan bahkan sering di gunakan tempat bermain anak – anak kecil. Di sebelah barat agak jauh dari situs terdapat juga makam kuno yang di percaya sebagai orang yang membabad Desa Pamotan







SITUS PENINGGALAN SEJARAH YANG TERBENGKALAI


Berawal dari pencarian situs candi! Watu Tulis di desa Watu Tulis kecamatan Prambon,Kabupaten sidoarjo
dari arah krian kami melewati sebuah gang di dekat komplek pemakaman cina di dekat jembatan,di gang itu tertulis Ponpes Salafiyah tarbiyah,dusun Sekelor desa Watutulis,100 meter memasuki gang kami menemukan sebuah pertigaan lalu kami masuk karena kami curiga ada rerimbunan pohon mangga,kami kira adalah lokasi candi watu tulis,setelah kami datangi ternyata adalah sebuah situs sejarah.
di lokasi yang kami datangi terdapat batu bata kuno yang berserakan dan sebagian lagi ada yg di tumpuk dan ada juga yang berbentuk pondasi,luas area lokasi ini kira kira 20 x 40 meter,di lihat dari struktur bangunanya yang terbuat dari batu bata ini adalah sebuah candi peninggalan majapahit,di tempat ini di temukan bekas pembakaran hio kemungkinan tempat ini masih di gunakan untuk berdoa.
sayang tidak ada pagar pembatas atau keterangan perlindungan situs cagar budaya
berhubung saat itu tidak ada yang bisa kami tanyai mengenai keterangan situs ini maka kami lanjutkan perjalanan ke candi watu tulis