Bila
anda berkunjung ke Kabupaten Blitar, sempatkanlah mengunjungi salah
satu situs warisan Kerajaan Majapahit, Candi Sawentar. Merupakan sebuah
candi Hindu yang terletak di Ibukota Kabupaten Blitar yang baru.
Tepatnya berada di Dusun Centong - Desa Sawentar - Kecamatan Kanigoro,
kira-kira tiga kilo meter dari ibukota (baru).
Komplek Candi Sawentar ini berada pada lahan seluas 1.565 meter persegi. Bisa dibilang unik, sebab bangunan candi ini seolah berada di kolam. Sehingga meski sebenarnya cukup tinggi, karena berada sekitar empat (4) meter di bawah permukaan tanah, tidak terlihat menjulang. Bagian atas candinya saja yang terlihat setinggi satu meter dari jalan datar (gapura candi).
Dan meskipun Candi Sawentar ini bukan merupakan yang terbesar di Blitar, namun bentuk fisik Candi Sawentar cukup megah. Ukuran panjang kali lebar Candi Sawentar yaitu sembilan setengah (9,5) kali enam koma delapan (6,8) meter. Sedangkan ketinggian asli bangunan utama candi adalah lima belas setengah meter (15,5) meter.
Namun, ketinggian riilnya saat ini tinggal sepuluh setengah (10,5) meter. Bagian puncak Candi Sawentar pecah. Puing-puing pecahan ini disebut ‘Batu Pecah’. Batu Pecah yang dibentuk ulang, hanya setinggi satu setengah (1,5) meter dari ukuran asli puncak candi. Sedangkan tiga setengah (3,5) meter pecahan yang lainnya belum ditemukan.
Sampai sekarang belum ada keterangan resmi, kapan pertama kali Candi Sawentar dibangun. Angka tahun atau prasasti yang merujuk kesana tidak ditemukan. Hanya saja, menurut Sugeng Ahmadi M - Juru Pelihara, petugas dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, Trowulan Mojokerto - penggalian Candi Sawentar pertama kali dilakukan pada Tahun 1915.
Waktu pertama kali di gali, hanya sebagian atas candi saja yang terlihat. Sisanya tertimbun oleh abu vulkanik dari erupsi Gunung Kelud.
Candi Sawentar dibangun sebagai tempat pemujaan dan semedi. Ikonografi reliefnya tidak begitu banyak. Lukisan pada candi didominasi oleh gambar Kala yang cukup besar pada empat sisi candi bagian atas. Kala berbentuk seperti potongan kepala raksasa (Jawa = butho, red.) dengan taring terhunus, dan bola mata yang melotot menakutkan menandakan penjaga keamanan.
Pada bangunan utama candi (tepatnya ditengah) sisi sebelah barat, merupakan pintu masuk ke tempat pemujaan. Untuk mencapainya, dari bagian dasar candi pengunjung harus meniti tangga batu yang lebarnya tak sampai satu meter.
Didalam tempat pemujaan ini, terdapat Yoni dan Surya Majapahit.
Yoni berupa batu persegi berukuran kurang lebih satu meter, yang ditengahnya berlubang. Bentuknya menyerupai lumpang (media untuk menumbuk padi) sebagai simbul kesuburan.
Sedangkan pada bagian atap atau langit-langit tempat pemujaan, melekat relief Surya Majapahit. Surya Majapahit, konon merupakan sebuah simbul yang melambangkan kebesaran atau kejayaan Kerajaan Majapahit.
Komplek Candi Sawentar terawat cukup bagus.
Bangunan utama candi, juga Batu Pecah dan sekumpulan benda-benda purbakala lain dilokasi ini dalam kondisi bersih dan tertata rapi. Tekstur batunya terlihat jelas, tak berlumut meskipun panas dan hujan silih berganti hampir setiap hari.
Kondisi taman disekeliling Candi Sawentar juga lumayan indah. Tanamannya subur-subur, dipotong rapi. Demikian juga dengan hamparan rumput menghijau dari dasar letak candi sampai ke atas (dinding tanah), terawat sedap dipandang mata.
Lebih dari sekedarnya. Bukan hanya tempat untuk mengagumi mahakarya leluhur atau tempat bersembahyang (umat Hindu) saja. Nuansa pedesaan di lokasi candi yang alami, juga menawarkan kesejukan yang tiada tara. Nyamannya suasana di sekitar lokasi membuat pengunjung betah berlama-lama tinggal disini.
Makanya, tak heran bila banyak pengunjung yang datang ke Candi Sawentar. Pemugaran oleh Pemkab Blitar untuk nguri-nguri (melestarikan, red.) warisan leluhur pada Tahun 1991 rupanya menuju sukses. Dari buku tamu yang disediakan, setiap bulannya tidak kurang dari lima ratus (500) pengunjung yang datang kesini dari berbagai belahan nusantara.
Kurang lebih seratus (100) meter ke arah tenggara dari bangunan utama Candi Sawentar, pada Tahun 1999 juga ditemukan sekumpulan benda purbakala. Awalnya tertimbun tanah pada kedalaman sekitar tiga (3) meter, yang kemudian kumpulan benda-benda purbakala ini diberi nama Candi Sawentar II.
Sayangnya, berbeda dengan Candi Sawentar yang sudah permanen, Candi Sawentar II baru pada tahap penelitian awal. Entah alasannya apa, tetapi yang jelas, lahan yang dipakai masih merupakan lahan milik warga (belum ada pembebasan tanah).
Setelah dilakukan penggalian sementara (sebelum akhirnya ditimbun lagi karena faktor keamanan), komplek Candi Sawentar II ternyata juga cukup luas. Tidak kurang dari seribu tiga ratus lima puluh (1.350) meter persegi.
Candi Sawentar II merupakan monumen peninggalan Raja Suhita -Raja Majapahit yang terakhir. Monumen ini dibangun pada Tahun 1.358 Saka atau 1.436 M. Candi Sawentar II dibangun untuk mengenang Perang Paregreg, pertempuran perebutan kekuasaan antara Wikrama Wardana dan Bre Wirabumi.
Komplek Candi Sawentar ini berada pada lahan seluas 1.565 meter persegi. Bisa dibilang unik, sebab bangunan candi ini seolah berada di kolam. Sehingga meski sebenarnya cukup tinggi, karena berada sekitar empat (4) meter di bawah permukaan tanah, tidak terlihat menjulang. Bagian atas candinya saja yang terlihat setinggi satu meter dari jalan datar (gapura candi).
Dan meskipun Candi Sawentar ini bukan merupakan yang terbesar di Blitar, namun bentuk fisik Candi Sawentar cukup megah. Ukuran panjang kali lebar Candi Sawentar yaitu sembilan setengah (9,5) kali enam koma delapan (6,8) meter. Sedangkan ketinggian asli bangunan utama candi adalah lima belas setengah meter (15,5) meter.
Namun, ketinggian riilnya saat ini tinggal sepuluh setengah (10,5) meter. Bagian puncak Candi Sawentar pecah. Puing-puing pecahan ini disebut ‘Batu Pecah’. Batu Pecah yang dibentuk ulang, hanya setinggi satu setengah (1,5) meter dari ukuran asli puncak candi. Sedangkan tiga setengah (3,5) meter pecahan yang lainnya belum ditemukan.
Sampai sekarang belum ada keterangan resmi, kapan pertama kali Candi Sawentar dibangun. Angka tahun atau prasasti yang merujuk kesana tidak ditemukan. Hanya saja, menurut Sugeng Ahmadi M - Juru Pelihara, petugas dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, Trowulan Mojokerto - penggalian Candi Sawentar pertama kali dilakukan pada Tahun 1915.
Waktu pertama kali di gali, hanya sebagian atas candi saja yang terlihat. Sisanya tertimbun oleh abu vulkanik dari erupsi Gunung Kelud.
Candi Sawentar dibangun sebagai tempat pemujaan dan semedi. Ikonografi reliefnya tidak begitu banyak. Lukisan pada candi didominasi oleh gambar Kala yang cukup besar pada empat sisi candi bagian atas. Kala berbentuk seperti potongan kepala raksasa (Jawa = butho, red.) dengan taring terhunus, dan bola mata yang melotot menakutkan menandakan penjaga keamanan.
Pada bangunan utama candi (tepatnya ditengah) sisi sebelah barat, merupakan pintu masuk ke tempat pemujaan. Untuk mencapainya, dari bagian dasar candi pengunjung harus meniti tangga batu yang lebarnya tak sampai satu meter.
Didalam tempat pemujaan ini, terdapat Yoni dan Surya Majapahit.
Yoni berupa batu persegi berukuran kurang lebih satu meter, yang ditengahnya berlubang. Bentuknya menyerupai lumpang (media untuk menumbuk padi) sebagai simbul kesuburan.
Sedangkan pada bagian atap atau langit-langit tempat pemujaan, melekat relief Surya Majapahit. Surya Majapahit, konon merupakan sebuah simbul yang melambangkan kebesaran atau kejayaan Kerajaan Majapahit.
Komplek Candi Sawentar terawat cukup bagus.
Bangunan utama candi, juga Batu Pecah dan sekumpulan benda-benda purbakala lain dilokasi ini dalam kondisi bersih dan tertata rapi. Tekstur batunya terlihat jelas, tak berlumut meskipun panas dan hujan silih berganti hampir setiap hari.
Kondisi taman disekeliling Candi Sawentar juga lumayan indah. Tanamannya subur-subur, dipotong rapi. Demikian juga dengan hamparan rumput menghijau dari dasar letak candi sampai ke atas (dinding tanah), terawat sedap dipandang mata.
Lebih dari sekedarnya. Bukan hanya tempat untuk mengagumi mahakarya leluhur atau tempat bersembahyang (umat Hindu) saja. Nuansa pedesaan di lokasi candi yang alami, juga menawarkan kesejukan yang tiada tara. Nyamannya suasana di sekitar lokasi membuat pengunjung betah berlama-lama tinggal disini.
Makanya, tak heran bila banyak pengunjung yang datang ke Candi Sawentar. Pemugaran oleh Pemkab Blitar untuk nguri-nguri (melestarikan, red.) warisan leluhur pada Tahun 1991 rupanya menuju sukses. Dari buku tamu yang disediakan, setiap bulannya tidak kurang dari lima ratus (500) pengunjung yang datang kesini dari berbagai belahan nusantara.
Kurang lebih seratus (100) meter ke arah tenggara dari bangunan utama Candi Sawentar, pada Tahun 1999 juga ditemukan sekumpulan benda purbakala. Awalnya tertimbun tanah pada kedalaman sekitar tiga (3) meter, yang kemudian kumpulan benda-benda purbakala ini diberi nama Candi Sawentar II.
Sayangnya, berbeda dengan Candi Sawentar yang sudah permanen, Candi Sawentar II baru pada tahap penelitian awal. Entah alasannya apa, tetapi yang jelas, lahan yang dipakai masih merupakan lahan milik warga (belum ada pembebasan tanah).
Setelah dilakukan penggalian sementara (sebelum akhirnya ditimbun lagi karena faktor keamanan), komplek Candi Sawentar II ternyata juga cukup luas. Tidak kurang dari seribu tiga ratus lima puluh (1.350) meter persegi.
Candi Sawentar II merupakan monumen peninggalan Raja Suhita -Raja Majapahit yang terakhir. Monumen ini dibangun pada Tahun 1.358 Saka atau 1.436 M. Candi Sawentar II dibangun untuk mengenang Perang Paregreg, pertempuran perebutan kekuasaan antara Wikrama Wardana dan Bre Wirabumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar