Jumat, 12 September 2014

Petirtaan Watugede

 
 Petirtaan Watugede adalah, tempat pemandian Raja dan putri-putri Raja pada zaman kerajaan Singosari (1222-1292). Konon putri Kendedes juga pernah mandi dipetirtaan ini, petirtaan ini , ditemukan pada tahun 1925. Oleh seorang arkeologi Belanda.

Petirtaan Watugede berlokasi di Desa Watugede, Kec. Singosari. Kab. Malang Provinsi Jawa Timur, sebelah timur stasiun kereta api Malang. Tempat petirtaan ini sangatlah indah dan teduh, karena terletak di lereng pegunungan dimana tempat ini banyak mata air atau sumber airnya, sehingga udaranya masih asri dan sejuk , keunikan dari petirtaan ini adalah, keluarnya air jernih dari mulut arca, mengalir tidak ada hentinya terus-menerus sampai sekarang, yang berasal dari air pegunungan.

Muhammad Toyib juru kunci Petirtaan Watugede, “ mengatakan bahwa pengunjung yang datang ke tempat ini berasal dari wilayah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Bandung, Jakarta dan yogja, juga berasal dari Manca Negara. Dimana pada setiap bulannya , mereka yang datang ke tempat ini berjumlah rata-rata 1000 orang,”ujarnya.

Bagi pengunjung yang ingin ketempat ini, tidak dikenakan biaya, cukup mengisi buku tamu saja, dan lokasinya bisa ditempuh dengan mudah menggunakan kendaraan roda empat, sedangkan kondisinya saat ini masih terpelihara dengan baik.



 










Arca Dwarapala pintu gerbang kerajaan Singosari




Arca Dwarapala pintu gerbang kerajaan Singosari adalah patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Budha, berbentuk manusia atau monster. Biasanya dwarapala diletakkan di luar candi, kuil atau bangunan lain untuk melindungi tempat suci atau tempat keramat didalamnya. Di Desa Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang terdapat 2 arca Dwarapala yang tingginya sekitar 3,7 M, terletak di pinggir jalan dan saling berhadapan.



Dua arca tersebut tepatnya di sebelah barat kompleks Candi Singosari. Dua arca tersebut diperkirakan merupakan pintu gerbang kerajaan Singosari.








Candi Singosari


Candi Singosari terletak didesa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Ditemukan pada sekitar awal abad 18 (tahun 1800-1850) dengan pemberian nama/sebutan Candi Menara oleh orang Belanda. Mungkin pemberian nama ini disebabkan bentuknya yang menyerupai menara. Sempat juga diberi nama Candi Cella oleh seorang ahli purbakala bangsa Eropa dengan berpedoman adanya empat buah celah pada dinding-dinidng dibagian tubuhnya. Juga menurut laporan dari W. Van Schmid yang mengunjungi candi ini pada tahun 1856, penduduk setempat menamakan Candi Cungkup. Akhirnya nama yang hingga sekarang dipakai adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari, adapula sebagian orang menyebutnya dengan Candi Renggo karena letaknya didesa Candirenggo.

Menurut laporan tertulis dari para pengunjung Candi Singosari dari tahun 1803 sampai 1939, dikatakan bahwa Candi Singosari merupakan kompleks percandian yang luas. Didalam kompleks tersebut didapatkan tujuh buah bangunan candi yang sudah runtuh dan banyak arca berserakan disana-sini. Salah satu dari tujuh candi yang dapat diselematkan dari kemusnahan adalah candi yang sekarang kita sebut Candi Singosari. Adapun arca-arcanya banyak yang dibawa ke Belanda, sedangkan arca-arca yang saat ini berada dihalaman Candi Singosari sekarang ini, berasal dari candi-candi yang sudah musnah itu.

Bentuk bangunan Candi Singosari sendiri bisa dibilang istimewa, karena candi itu seolah-olah mempunyai dua tingkatan. Seharusnya bilik-bilik candi berada pada bagian badan candi, pada Candi Singosari justru terdapat pada kaki candi. Bilik-bilik tersebut pada awalnya juga terdapat arca didalamnya yakni disebelah utara berisi arca Durgamahisasuramardhini, sebelah timur berisi arca Ganesha dan dibagian selatan terdapat arca Resi Guru yang biasa terkenal dengan sebutan Resi Agastya. Namun saat ini hanya tinggal arca Resi Agastya saja, sedangkan arca lainnya telah dibawa ke Leidan - Belanda. Alasan mengapa arca resi Agastya tidak dibawa serta ke Belanda adalah mungkin dikarenakan kondisinya yang sudah rusak cukup parah, sehingga tidak layak dibawa sebagai hadiah kepada penguasa negeri belanda pada saat itu.




Arca Dewi Parwati dengan kepala "aneh"-nya. Bagian kepala asli sebenarnya telah hilang dan tidak diketemukan

Hal lain yang menarik untuk diamati pada Candi Singosari ini adalah hiasan candi. Umumnya bangunan candi dihias dengan hiasan yang rata pada seluruh badan atau bagian candi. Pada Candi Singosari kita tidak mendapatkan hal yang demikian. Hiasan Candi Singosari tidak seluruhnya diselesaikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Candi Singosari dahulu belum selesai dikerjakan tapi kemudian ditinggalkan. Sebab-sebab ditinggalkan tersebut dihubungkan dengan dengan adanya peperangan, yaitu serangan dari raja Jayakatwang dari kerajaan Gelang-gelang terhadap Raja Kertanegara kerajaan Singhasari yang terjadi pada sekitar tahun 1292. Serangan raja Jayakatwang tersebut dapat menghancurkan kerajaan Singhasari. Raja Kertanegara beserta pengikutnya dibunuh. Diduga karena masa kehancuran (pralaya) kerajaan Singhasari itulah, maka Candi Singosari tidak terselesaikan dan akhirnya terbengkalai.

Ketidak selesaian bangunan candi ini bermanfaat juga bagi kita yang ingin mengetahui teknik pembuatan ornamen (hiasan) candi. Tampak bahwa hiasan itu dikerjakan dari atas ke bawah. Bagian atas dikerjakan dengan sempurna, bagian tubuh candi (tengah) sebagian sudah selesai sedangkan bagian bawah sama sekali belum diselesaikan.

Dihalaman Candi Singosari masih terdapat beberapa arca yang tersisa, beberapa diantaranya berupa tubuh dewa/dewi meskipun bisa dibilang tidak utuh lagi. Bahkan terdapat satu arca Dewi Parwati yang memiliki bagian kepala yang terlihat "aneh". nampaknya bagian tersebut bukan merupakan kepala arca yang sebenarnya. Karena kepala arca yang sebenarnya diduga putus dan tidak ditemukan kembali.

Berkunjung ke Candi Singosari ini sambil memegang buku panduan wisata yang bercerita tentang sejarah candi Singosari, sempat menimbulkan kesedihan dihati saya. Betapa tidak, dibeberapa bagian halaman buku tersebut terpampang jelas foto-foto arca yang telah dibawa ke negeri Belanda, lengkap beserta penjelasan posisi/sikap beserta atribut-atibut yang dikenakan oleh tokoh arca tersebut. Foto-foto yang ada menunjukkan bahwa apa yang mereka (penjajah) bawa kenegeri mereka, memang merupakan arca yang masih utuh dengan tingkat seni yang bisa dibanggakan. Suatu hal yang bisa dibilang "perampokan" oleh bangsa Belanda terhadap seni-budaya bangsa Indonesia..